Senin, 18 Mei 2009

POLA ASUH

POLA ASUH ORANG TUA

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Maccoby (1980) mendefinisikan pola asuh orang tua sebagai suatu bentuk interaksi orang tua dan remaja, yang didalamnya orang tua mengekspresikan sikap-sikap, nilai, minat dari harapan-harapan dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan remaja. Menurut Marcia (1993) dalam interaksi pola asuh orang tua tersebut mengandung unsur dorongan psikologis orang tua, dan menjadikannya dasar yang baik bagi identifikasi terhadap orang tuanya.

Pola asuh orang tua yang diterima setiap anak berbeda, sebagaimana yang telah dialami dan dirasakan sejak kecil. Perbedaan pola asuh yang diterima oleh remaja, tentu akan terdapat pula perbedaan proses pembentukan kompetensi sosial. Kompetensi sosial remaja sebenarnya bergantung bagaimana remaja melihat, merasakan dan menilai pola asuh orang tuanya sendiri.

2. Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua berdasarkan konsep Hauser (1984) yakni pola asuh enabling dan pola asuh constraining,

a. Pola Asuh Enabling

Pola asuh enabling ditandai dengan orang tua yang berinteraksi dengan remaja dan memberikan kesempatan kepada remaja untuk aktif melibatkan diri dalam menyampaikan pikiran dan prinsip mereka sendiri. Pola asuh enabling cenderung mendorong kompetensi sosial. Aspek dari pola asuh orang tua ada dua, yaitu: 1). Aspek Kognitif dan 2). Aspek Afektif. Adapun indikator dari pola asuh enabling yang berkaitan dengan aspek kognitif adalah:

1) Orang tua memberikan kesempatan, dorongan, saran serta dukungan kepada remaja untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

2) Orang tua bersedia memberikan penjelasan mengenai pendapat mereka tentang masalah dan informasi yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

3) Orang tua ikut serta dalam eksplorasi remaja mengenai hal yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

Indikator pola asuh enabling yang berkaitan dengan aspek afektif adalah:

1) Orang tua menunjukkan sikap menerima atas usaha remaja dalam mencari informasi yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

2) Orang tua menunjukkan sikap empati terhadap usaha remaja dalam mencari dan menetapkan cara dalam berkompetensi sosial.

b. Pola Asuh Constraining

Pola asuh orang tua constraining ditandai dimana orang tua tidak memberikan kesempatan kepada remaja untuk aktif melibatkan diri dalam menyampaikan pikiran mereka. Pola asuh constraining cenderung menghambat kompetensi sosial.

Aspek dari pola asuh orang tua ada dua, yaitu: 1). Aspek Kognitif dan 2). Aspek Afektif. Adapun indikator dari pola asuh constraining yang berkaitan dengan aspek kognitif adalah:

1) Orang tua tidak memberikan kesempatan, dorongan ataupun saran serta kurang mendukung kepada remaja untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

2) Orang tua tidak bersedia memberikan penjelasan mengenai pendapat mereka tentang masalah dan informasi yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

3) Orang tua tidak ikut serta dalam eksplorasi dan tidak memberikan kesempatan untuk memenuhi keingintahuan remaja mengenai hal yang berkaitan dengan kompetensi sosial.

Indikator pola asuh constraining yang berkaitan dengan aspek afektif adalah:

1) Orang tua tidak menunjukkan sikap menerima atas usaha-usaha remaja.

2) Orang tua tidak menunjukkan sikap empati terhadap usaha remaja dalam mencari dan menetapkan cara dalam berkompetensi sosial.

Indikator pola asuh orang tua yang dikemukakan Hauser yang telah diuraikan di atas adalah bersifat kontinum. Dalam prakteknya ada orang tua yang cenderung menerapkan pola asuh kearah positif (enabling) dan ada pula yang bergerak ke arah negatif (constraining). Dari hasil penelitian, Hauser (Archer, 1994) memberikan indikasi bahwa perkembangan ego ternyata didukung oleh penggunaan pola asuh yang enabling dan terhalang oleh pola asuh yang constraining.

Sejalan dengan penelitian Hauser, Gladys Suwandi (2003) yang memiliki pengalaman bahwa dengan kelekatan orang tua dengan remaja dapat mempengaruhi kompetensi sosial remaja. Artinya remaja yang memiliki kelekatan dengan orang tua memiliki landasan aman dalam melakukan proses kompetensi sosial. Sebaliknya remaja yang tidak memiliki kelekatan dengan orang tuanya tidak memiliki landasan yang aman selama proses kompetensi sosial.

Hess dan Hendel (Archer, 1994) mengajukan konsep kelekatan sebagai suatu kontinum yang berkisar dari pelepasan sampai keterlibatan yang mempengaruhi kompetensi sosial remaja. Pelepasan artinya remaja tidak mendapatkan arahan dari orang tua dan dibiarkan tanpa adanya kontrol, sedangkan keterlibatan artinya remaja mendapatkan arahan yang baik.

Dalam keluarga yang ditandai oleh pelepasan, kemampuan remaja untuk melakukan kompetensi sosial menjadi terhambat karena kurangnya umpan balik dari orang tua sehingga akan membuat remaja merasa kurang percaya diri, sebaliknya dalam keluarga yang ditandai dengan keterlibatan, remaja akan terdorong untuk melakukan kompetensi sosial dengan baik, karena adanya umpan balik dari orang tua yang akan membuat remaja menjadi percaya diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda sangat dinantikan....MAKASIIH